4 Brand Tertua Asli Indonesia yang Masih Bertahan Berkat Digital Marketing

3 mins
Creative
Sales

Indonesia punya banyak brand legendaris yang nggak cuma jadi bagian dari sejarah, tapi juga terus eksis sampai sekarang. Apa rahasianya? Selain inovasi produk, mereka juga paham pentingnya adaptasi teknologi, termasuk digital marketing. Yuk, bahas satu per satu!

1. Jamu Jago (1918)

Empat brand tertua di Indonesia

Jamu Jago adalah bisnis keluarga yang didirikan oleh Phao Tjong Kwan dan istrinya, Tjia Kiat Nio (alias Mak Jago), dan sudah bertahan sampai empat generasi. Kalau kamu anak 90-an, pasti nggak asing sama produk legendaris mereka: Jamu Buyung Upik.

Warisan Keluarga yang Bertahan

Jamu Jago tumbuh dengan akar yang dalam di tradisi pengobatan herbal Indonesia dan menjadi simbol dari produk kesehatan alami yang sangat dihargai dalam budaya lokal.

Berbeda dengan banyak perusahaan lainnya, Jamu Jago berhasil melewati beberapa generasi, dengan bisnis yang terus dipimpin oleh anggota keluarga. Kepemimpinan turun-temurun ini memungkinkan brand tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional sambil berinovasi mengikuti perkembangan zaman.

Brand ini kini punya lebih dari 130 produk yang menjawab kebutuhan kesehatan modern, seperti jamu untuk daya tahan tubuh hingga suplemen herbal. Produk-produk ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan pasar modern yang lebih beragam, baik dalam bentuk tablet, kapsul, atau cairan yang praktis digunakan.

Strategi Digital Marketing:

Jamu Jago terus berusaha memperkenalkan diri kepada generasi muda dengan branding yang lebih segar dan pendekatan yang lebih modern, meskipun tetap menjaga tradisi.  Mereka sadar pentingnya kehadiran digital (digital presence) untuk menjangkau konsumen lebih luas. 

Website milik Jamu Jago tidak hanya menyediakan informasi produk tetapi juga konten edukatif tentang kesehatan dan jamu. Penjualan secara online, baik melalui situs web mereka maupun platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak, sangat membantu dalam meningkatkan jangkauan pasar.

Media Sosial dan Influencer Marketing

Di era digital, Jamu Jago memanfaatkan platform seperti Instagram, Facebook, dan YouTube untuk memperkenalkan manfaat jamu kepada audiens yang lebih luas. Mereka juga mulai bekerja sama dengan influencer kesehatan atau food blogger untuk mempromosikan produk mereka. 

Melalui konten-konten menarik yang informatif tentang pola hidup sehat atau cara penggunaan jamu, mereka mampu menciptakan brand awareness yang lebih kuat di kalangan konsumen muda.

2. Permen Davos (1931)

Permen rasa mint tertua di Indonesia ini namanya diambil dari kota Davos di Swiss yang terkenal sejuk. Ini memberi kesan bahwa produk ini menawarkan kesegaran alami—sesuai dengan rasa mint yang menjadi ciri khasnya. Nggak cuma produknya yang ikonik, tapi juga sistem bisnisnya. 

Bisnis keluarga yang sudah bertahan lebih dari sembilan dekade ini melibatkan pekerja lintas generasi, yang bikin suasana kerja jadi lebih kekeluargaan.

Branding yang Nostalgic

Dari bisnis keluarga yang berusia hampir satu abad, permen Davos memiliki kekuatan dalam nostalgia. Bagi banyak orang Indonesia, terutama yang tumbuh di era 80-an dan 90-an, Davos adalah bagian dari kenangan masa kecil mereka. 

Hal ini membuat produk ini terikat dengan emosi konsumen, sehingga bahkan tanpa banyak perubahan pada desain atau kemasan, permen ini tetap dikenal dan dicintai. Di tengah banyaknya produk baru yang datang dan pergi, kesan nostalgia menjadi daya tarik tersendiri.

Kemasan Klasik yang Tetap Eksis

Salah satu elemen branding yang menarik adalah kemasan mereka yang tetap mempertahankan gaya vintage. Dalam dunia yang serba modern ini, kemasan yang “kuno” justru jadi nilai jual tersendiri. Hal ini menciptakan kesan bahwa Davos tetap setia pada kualitas lama, yang memberikan kesan otentik dan kepercayaan pada konsumen.

Pemanfaatan Media Sosial untuk Menjangkau Generasi Baru

Meskipun Permen Davos dikenal dengan tradisi dan keaslian, mereka juga mulai mengadopsi digital marketing untuk menjangkau generasi muda. Melalui Instagram dan Facebook, Davos menggandeng beberapa influencer dan food blogger untuk memperkenalkan produk ini pada audiens yang lebih muda. 

Mereka bisa memperkenalkan produk Davos dengan cara yang lebih modern dan menarik, seperti kampanye dengan tema nostalgia atau cerita tentang kenangan masa kecil yang terhubung dengan rasa mint segar.

3. Ting-Ting Jahe (1935)

Siapa sangka permen jahe manis ini berasal dari pabrik rumahan bernama SIN A? Nama ini diambil dari Sindu Amritha, yang berarti "sungai kehidupan." Meski sederhana, permen ini nggak cuma terkenal di Indonesia, tapi juga diekspor ke negara-negara seperti Hongkong, Amerika, Australia, Inggris, dan Jerman.

Citra Brand yang Terhubung dengan Tradisi dan Kesehatan

Ting Ting Jahe sangat terasosiasi dengan tradisi kesehatan di Indonesia, mengingat jahe sendiri sudah digunakan sejak berabad-abad untuk pengobatan tradisional. Permen ini tak hanya dianggap sebagai camilan, tetapi juga sebagai solusi praktis untuk menjaga kesehatan tubuh, terutama untuk menghangatkan badan, membantu pencernaan, atau meningkatkan daya tahan tubuh.

Dalam branding, Ting Ting Jahe sering kali diposisikan sebagai "permen sehat" yang menawarkan manfaat kesehatan—seperti meningkatkan sirkulasi darah, menjaga daya tahan tubuh, atau meredakan gejala flu. Ini adalah nilai tambah yang sangat kuat, terutama bagi konsumen yang mencari produk yang lebih dari sekadar cemilan biasa.

Meskipun Ting Ting Jahe adalah brand yang sudah lama ada di pasar, mereka mulai memasuki strategi digital marketing untuk tetap relevan di era modern. Mereka memperkenalkan kampanye berbasis gaya hidup sehat yang menggabungkan Ting Ting Jahe dengan tren makanan sehat atau detox. Dengan semakin banyak orang yang berfokus pada pola hidup sehat, Ting Ting Jahe bisa menekankan bahwa permen ini tidak hanya enak, tetapi juga mendukung kesehatan tubuh.

4. Sirup Tjampolay (1936)

Kalau suka sirup rasa otentik, pasti nggak asing sama Sirup Tjampolay, terutama rasa pisang susu yang legendaris! Nama "Tjampolay" sendiri diambil dari buah campolay (sawo belanda). Sirup ini sudah ada sejak zaman Belanda, dengan label ikonik bertuliskan: "Sedari 11 Djuli 1936."

Pada zaman kolonial, produk-produk seperti Sirup Tjampolay sering kali lebih tersedia di toko-toko di daerah urban dan merupakan bagian dari barang konsumsi yang agak eksklusif. Masyarakat kolonial dan kelas menengah Indonesia pada masa itu mungkin lebih sering mengkonsumsi produk seperti Tjampolay sebagai minuman manis yang mudah ditemukan.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, sirup ini mulai menjadi produk yang lebih merakyat dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat. Dengan rasa yang khas dan kemasan yang relatif terjangkau, Tjampolay mulai dikenal lebih luas oleh masyarakat Indonesia, baik dari kalangan menengah ke bawah maupun mereka yang lebih tua.

Keempat brand ini adalah bukti kalau tradisi aja nggak cukup untuk bertahan. Kunci sukses mereka adalah:

  1. Inovasi Produk: Selalu relevan dengan kebutuhan zaman.
  2. Adaptasi Teknologi: Masuk e-commerce, aktif di media sosial, dan punya website interaktif.
  3. Pemasaran Berkelanjutan: Branding dan marketing adalah proses jangka panjang, bukan kerja sekali jadi.

Jadi, meskipun brand sudah legendaris, adaptasi tetap penting biar nggak ketinggalan zaman.

Yuk, belajar dari kisah sukses 4 brand legendaris Indonesia! Teman Belajar bisa belajar lebih dalam tentang branding dan digital marketing di program bootcamp Belajarlagi!

Temukan Hal Menarik dan Asyik Lainnya

Yuk, Langganan Newsletter Kami

Topik apa yang paling menarik untuk anda?
Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.
Cookie Consent

By clicking “Accept”, you agree to the storing of cookies on your device to enhance site navigation, analyze site usage, and assist in our marketing efforts. View our Privacy Policy for more information.

Cookie preferences