Siapa yang demen banget sama donat JCO? Siapa yang belum tahu, kalau JCO adalah brand asli Indonesia? Kalau kamu penggemar donat satu ini dan masih mengira ini adalah brand luar negeri, fiks, kamu tertipu, Teman Belajar! Hiyahahaha.
Tapi, kok bisa ya banyak orang yang mengira kalau JCO itu seperti brand luar negeri? Usut punya usut, itu karena JCO memiliki brand image yang luxury, sehingga membuat orang merasa "bangga" kalau beli produk tersebut. Tahu nggak, Teman Belajar? Perasaan ini adalah bentuk dari consumer ethnocentrism. Waduuhh, apa lagi itu? Yuk, kita bahas!
Jadi, Teman Belajar, konsep consumer ethnocentrism adalah psikologis perilaku konsumen yang dipengaruhi oleh faktor darimana brand/produk itu berasal. Misalnya ketika kita bangga kalau mampu membeli produk branded dari luar negeri.
Jujur, nggak sedikit kan dari kita yang merasa bangga ketika mampu membeli produk branded? Nah, kita-kita yang merasa demikian, ketika membeli produk branded juga menganggap hal itu sebagai "pengakuan diri". Hal itu berimbas kepada meningkatnya rasa kepercayaan diri kita, terlebih saat berhasil membeli produk branded.
Akibatnya, dengan kondisi psikologis ini akhirnya orang jadi tak peduli faktor pertimbangan dalam pembelian yang lain. Misalnya seperti harga, kualitas produk, dan lainnya.
JCO sendiri membuat persona brand yang terlihat luxury bukan tanpa tujuan ya, Teman Belajar. Mereka sengaja menampilkan persona brand yang luxury agar orang memandang JCO sebagai brand premium, ditambah lagi dengan nuansa store yang elegan. Tapi tentu jika dilihat dari segmentasi pasarnya, JCO menyasar market menengah ke atas. JCO juga cenderung tidak menonjolkan asal negaranya untuk memudahkan mereka menjangkau pasar dunia yang lebih luas.
Strategi ini bisa dikatakan berhasil. Hal itu bisa dilihat dari penempatan gerai JCO yang sering disandingkan dengan Starbucks. Sementara Starbucks merupakan kedai kopi nomor satu di dunia.
Eits, ternyata strategi ini juga digunakan oleh brand lokal lain asli Indonesia. Misalnya seperti Eiger, Piero, SilverQueen, dan lain-lain. Brand-brand itu terlihat seperti brand luar negeri, padahal 100 persen Indonesia. Brand apalagi nih yg teman belajar kira brand luar ternyata asli Indonesia?
Bagaimana, Teman Belajar? Cukup insightful kan?Yuk pantengin berbagai artikel Digital Marketing lainnya di website belajarlagi.id dan twitter @BelajarlagiHQ. Bagi Teman Belajar yang ingin belajar Digital Marketing lebih dalam, segera kepoin kelas-kelas Digital Marketing apa saja yang tersedia di BelajarlagiHQ yang seru-seru abis!