Pas kemarin ramai ada orang dihujat karena bilang brand Charles & Keith itu luxury bag, Minjar jadi mikir apakah Eiger termasuk Luxury Brand? Terlebih dia sudah ekspansi ke beberapa negara dunia. Brand bisa menjadi simbol status sosial, kelas ekonomi, dan hal-hal mentereng lainnya.
Sebenarnya apa sih indikator sebuah Luxury Brand itu? Kita kupas sedikit di artikel ini, ya!
Kadang kita bingung bagaimana cara menentukan sebuah brand itu luxury atau bukan. Ini karena ada bias mengenai segmentasi pasar yang berbeda-beda. Coba lihat hirearki di bagan ini, deh!
Tapi sebenarnya ada 3 kriteria, kalau menandakan sebuah brand itu termasuk luxury atau Teman Belajar sebut sebagai barang “mewah”.
Eksklusifitas ini salah satu indikator yg mudah dilihat. Sebuah brand dikatakan eksklusif bila produknya unik dan sulit ditiru oleh brand lain.
Selain itu, kelangkaan produk bisa jadi tanda eksklusifitas. Outlet yg terbatas dan produksi yang terbatas jadi indikatornya.
Contohnya, Tas Louis Vuitton atau Hermes. Jarang, kan kita melihat ada orang yang memborong produk tas merek tersebut dalam jumlah besar? Hal ini terjadi karena kedua brand tersebut membatasi produksinya untuk menjaga kualitas produknya.
Faktor kualitas juga bisa jadi indikator, meskipun kadang gak menjamin awet nya sebuah produk. Tapi, produk brand yang luxury biasanya menggunakan material yang berkualitas atau bahkan langka bahannya. Material ini yang akhirnya menyebabkan harga produk tersebut mahal.
Misalnya, tas yang berbahan dasar kulit buaya atau jaket terbuat dari bulu domba. Tentu produk tersebut lebih mahal dibanding produk yang berbahan material sintetis.
Soal design memang selera. Tapi kita bisa lihat indikatornya dari bagaimana tampilan dan kerapihan desain yang nyaman dipandang. Biasanya luxury brand menggunakan desain yang minimalis, sederhana & terlihat mewah.
Dari ketiga indikator tadi, sebenarnya masih ada indikator lain yang bisa memastikan kalau sebuah brand itu termasuk luxury. Kata luxury ini memang berbeda-beda buat setiap orang, tergantung pada segmentasi pasar nya, dan hal tersebut bisa dikelompokkan dari income, kebiasaan, atau bahkan gaya hidupnya. Tingkatan luxury brand pun dibagi lagi dengan menyesuaikan harga dan point of sale nya.
Misalnya saja harga bisa jadi indikator, tapi bukan jadi yang utama. Kadang ada brand yang sengaja ngasih harga mahal bukan karena luxury, tapi mau margin profitnya tinggi.
Jadi sah-sah aja kalo Teman Belajar bilang Eiger sebagai barang luxury, begitu pula sebaliknya.
Waaah, insight baru kan, Teman Belajar! Makanya, jangan lewatkan artikel-artikel baru dari website Belajarlagi.id untuk insight-insight baru yang sangat bermanfaat. Bagi kamu yang ingin belajar lebih dalam, kamu juga bisa pantengin ketersediaan jadwal kelas Digital Marketing dari BelajarlagiHQ melalui X @BelajarlagiHQ. Sampai jumpa di kelas, ya!