Kasus est*h yang ramai-ramai akhir tahun lalu bakal jadi pelajaran juga buat brand-brand lain di Indonesia.
Teman Belajar pernah menemukan kontak kritik & saran atau layanan konsumen di sudut kemasan gak? Ternyata, konsumen punya hak untuk memberikan kritik dan saran ke brand, karena memang produk dibuat based on customer needs. Hal tersebut juga sudah diatur dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelajaran dari ramai-ramai kasus est*h kemarin salah satunya adalah, kalau ada kasus gini, brand lebih baik menyelesaikan masalahnya secara personal aja. Jangan sampai bocor ke media sosial.
Kenapa sih perlu adanya aturan mengenai perlindungan konsumen?
Salah satu alasannya adalah untuk meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
Di sisi lain, brand juga perlu membangun sistem penanganan krisis atau Rebuild Crisis Response. Misalnya, hal pertama yang bisa dilakukan adalah meminta maaf dan mengakui kalau produknya kemanisan. Langkah kedua adalah menjelaskan detail benefit produknya, kalau bisa request gula sesuai selera. Hal tersebut bisa jadi momentum kasih gambaran gambaran goodwill dan mutual understanding brand ke publik. Selain itu, brand bisa dapat simpati dari masyarakat daripada tetap ngotot belain brandnya.
Bluebird pernah didemo habis-habisan sama driver mereka dengan berbagai tuntutan. Reputasi Blue Bird sebagai taksi konvensional aman dan terpercaya sejak tahun ’90 an runtuh dalam waktu kurang dari 24 jam pada Maret 2016 silam. Bluebird merespon nya lewat kampanye “Reimagining Blue Bird” dengan tema “Berbenah Untuk Berubah” yang diunggah melalui kanal YouTube mereka.
Kalau seandainya est*h kemarin langsung mengakui kesalahan dan ga ngasih surat somasi, konsumen bakal lebih respect sama brand tersebut. Ini yang dinamakan dengan "pratfall effect.” Yaitu efek ketika brand berbuat kesalahan namun mau mengakuinya, akan berpotensi mengangkat brand jadi lebih dihargai.
Melakukan sebuah kesalahan dan jujur kepada konsumen adalah upaya untuk “memanusiakan” brand. Konsumen akan selalu mencari sesuatu yang otentik dan menilai pelayanan yang disajikan.
Terlepas dari semua itu, kita perlu menghargai serta berterima kasih karena adanya campaign ini berarti doi mau mendengar kritikan dan berinovasi jadi lebih baik.
Kira-kira penanganan krisis apa lagi yang bisa dilakukan brand agar makin disayang konsumen?
Teman Belajar bisa juga loh mengintip lebih banyak lagi ulasan mengenai digital marketing dan studi-studi kasus lainnya tentang psychology marketing di website belajarlagi.id dan twitter @belajarlagiHQ!
Kalau kamu ingin lebih intensif mempelajarinya lagi, yuk segera daftarkan diri kamu di kelas umum maupun kelas spesialisasi digital marketing di BelajarlagiHQ! Sampai jumpa di kelas!