Hai Teman Belajar, tau gak sih? Brand Nissin harus waspada karena Roma terus bersaing untuk jadi top brand Indonesia. Nissin, brand asal Jepang yang populer di Indonesia sejak tahun 90an ini perlu melakukan inovasi produk agar tidak kalah pamor dari Roma yang notabene sudah melegenda sejak akhir 70an.
Kenapa seperti itu?
Yuk kita bahas lebih lanjut, faktor-faktor dan strategi apa saja yang bisa membuat biskuit Roma yang bisa sukses bersaing dengan Nissin!
Salah satu keunggulan brand Roma untuk bisa mengejar Nissin adalah inovasi. Di awal memang mereka baru mengeluarkan versi original nya. Hingga akhirnya mereka terus inovasi untuk mengeluarkan varian rasa baru sampai sekarang. Sampai saat ini sudah dah ada 8 varian rasa milik Roma yang beredar di pasar.
Inovasi yang masif ini kurang dimaksimalkan oleh Nissin. Tapi, bukan berarti mereka perusahaan Fast Moving Consumer Good (FMCG) asal Jepang ini tidak berinovasi.
Sebenarnya, Nissin telah bereksperimen untuk membuat varian rasa pada produk crackers nya, tapi sayang kurang diterima baik sama pasar. Tetap saja varian crispy crackers rasa keju klasik yang jadi juaranya!
Nissin sebenarnya kurang bisa dinikmati oleh kalangan pelajar, karena tidak tersedia dalam kemasan ekonomis. Sedangkan Roma membuat kemasan yang lebih ekonomis agar bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Roma menjual produk kemasan mulai dari seribuan, dengan harga yang lebih ekonomis tentu bisa dinikmati dan menjangkau para pelajar.
Kalau bicara soal rasa, memang opini dan preferensi pribadi, sih! Tapi, satu hal yang bisa ditandai dari Nissin Crackers adalah bentuk kemasannya yang cenderung konsisten dan cenderung tidak berubah baik dari kemasan maupun isinya.
Nissin cenderung tipis, tapi punya citarasa yang melimpah.
Hal ini berbeda dengan Roma yang memiliki ukuran biskuit yang lebih tebal dari Nissin, dengan rasa yang sama melimpahnya.
Sebenarnya, perkara kemasan dan rasa yang konsisten dari Nissin memang bagus. Hal tersebut membantu produsen untuk mempertahankan kualitas dan kemasan agar mudah diingat serta menjaga loyalitas konsumennya.
Namun, strategi tersebut juga memiliki kelemahan dimana dalam jangka panjang bisa bikin konsumen bosan sama produk dengan tampilan yang gitu-gitu aja.
Beberapa orang senang membeli barang karena kemasannya. Betul gak, Teman Belajar? Nah, Roma punya packaging yg lebih menarik dibanding Nissin. Perhatikan gambar di bawah ini deh!
Roma menampilkan isi foto produknya yang terlihat nikmat untuk dimakan. Hal ini memang bagus secara psikologis bikin orang tertarik beli, tapi kurang baik secara etika karena faktanya isi tidak semenarik gambar yang ditampilkan pada kemasan.
Bandingkan dengan kemasan packaging Nissin yang tidak banyak berubah. Mereka selalu menampilan produk yang kelihatan isinya melalui kemasan yang bening.
Kita bisa liat gimana isi dari Nissin Crackers ini. Secara emosional memang bagus dan tidak menimbulkan rasa penasaran pada konsumen. Tapi, secara marketing bikin produk keliatan biasa saja.
Kalau dilihat sekilas, strategi branding Roma memang terlihat lebih proper. Mereka gencar banget promosi seperti event marketing offline dan memanfaatkan kerjasama dengan para Key Opinion Leader (KOL).
Ini berbeda sama Nissin yang cenderung terlihat tidak banyak berubah, mempertahankan status “legend” nya sebagai pelopor biskuit crackers.
Hasil survei dari Top Brand Index (TBI) bilang kalau Nissin masih jadi top brand dengan 22,20% disusul Roma dengan 21,9%.
Kedepannya, mungkin biskuit Roma berhasil bersaing dengan Nissin, bahkan berpotensi jadi top brand mengalahkan Nissin.
Kalian tim mana nih, Nissin atau Malkist Roma?
Nah, itu tadi penjelasan singkat tentang brand strategy dua brand biskuit yang populer di Indonesia. Teman Belajar yang ingin baca-baca pengetahuan tentang branding atau strategi brand lainnya, silakan buka di website Belajarlagi.id dan X @belajarlagiHQ ya!
Eits, masih kurang? Boleeehh, silakan daftarkan diri kamu di kelas umum maupun kelas spesialisasi BRAND BUILDING di program ini! Sampai jumpa di kelas!